Pendahuluan
Upaya peningkatan produktivitas padi mendukung P2BN dalam dua tahun terakhir ini banyak mengalami kendala terutama akibat faktor alami seperti perubahan iklim dan serangan hama penyakit. Salah satu jenis penyakit penting adalah virus tungro yang oleh petani di daerah endemis P. Lombok lebih dikenal dengan “Penyakit Kuning”, di Lombok Timur dikenal dengan “Rogak Abang” Serangan penyakit tungro seringkali berakibat fatal, karena tanaman terserang tidak dapat membentuk malai, dan sangat sulit dikendalikan.
Penyakit tungro mulai ditemukan di Nusa Tenggara Barat (NTB) sejak tahun 1972, bersamaan dengan munculnya penyakit tungro di Jawa, Bali dan Sulawesi Selatan. Ledakan penyakit tungro terbesar terjadi di Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Timur pada areal seluas lebih dari 10.000 ha tahun 1999. Kerusakan tanaman akibat tungro terus-menerus ditemukan khususnya di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, Dompu dan Bima, dengan intensitas serangan yang beragam. Kondisi ini perlu segera diatasi agar ledakan penyakit dapat dihindari yakni melalui pengelolaan tanaman yang benar dan pengendalian yang terintegrasi.
Penyebab Penyakit dan Penularannya
Tungro disebabkan oleh dua jenis virus yang berbeda yaitu virus bentuk batang Rice Tungro Bacilliform Virus (RTBV) dan virus bentuk bulat Rice Tungro Spherical Virus (RTSV). Kedua jenis virus tersebut tidak memiliki kekerabatan serologi dan dapat menginfeksi tanaman secara bersama-sama. Virus tungro hanya ditularkan oleh wereng hijau (sebagai vektor) tidak terjadi multiplikasi dalam tubuh wereng dan tidak terbawa pada keturunananya. Sejumlah species wereng hijau dapat menularkan virus tungro, namun Nephotettix virescens merupakan wereng hijau yang paling efisien sehingga perlu diwaspadai keberadaannya. Penularan virus tungro dapat terjadi apabila vektor memperoleh virus setelah mengisap tanaman yang terinfeksi virus kemudian berpindah dan mengisap tanaman sehat tanpa melalui periode laten dalam tubuh vektor.
Gejala Serangan
Secara morfologis tanaman padi yang tertular virus tungro menjadi kerdil, daun berwarna kuning sampai kuning jingga disertai bercak-bercak berwarna coklat. Perubahan warna daun di mulai dari ujung, meluas ke bagian pangkal. Jumlah anakan sedikit dan sebagian besar gabah hampa. Infeksi virus tungro juga menurunkan jumlah malai per rumpun, malai pendek sehingga jumlah gabah per malai rendah. Serangan yang terjadi pada tanaman yang telah mengeluarkan malai umumnya tidak menimbulkan kerusakan fatal.
Tinggi rendahnya intensitas serangan tungro ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya: ketersediaan sumber inokulum (tanaman terserang), adanya vektor (penular), adanya varietas peka dan kondisi lingkungan yang memungkinkan, namun keberadaan vektor yang mengandung virus adalah faktor terpenting. Intensitas penyakit tungro juga dipengaruhi oleh tingkat ketahanan varietas dan stadia tanaman. Tanaman stadia muda, sumber inokulum tersedia dan populasi vektor tinggi akan menyebabkan tingginya intensitas serangan tungro. Ledakan tungro biasanya terjadi dari sumber infeksi yang berkembang pada pertanaman yang tidak serempak.
Pengendalian penyakit
Pada prinsipnya penyakit tungro tidak dapat dikendalikan secara langsung artinya, tanaman yang telah terserang tidak dapat disembuhkan. Pengendalian bertujuan untuk mencegah dan meluasnya serangan serta menekan populasi wereng hijau yang menularkan penyakit. Mengingat banyaknya faktor yang berpengaruh pada terjadinya serangan dan intensitas serangan, serta untuk mencapai efektivitas dan efisiensi, upaya pengedalian harus dilakukan secara terpadu yang meliputi :
1. Waktu tanam tepat
Waktu tanam harus disesuaikan dengan pola fluktuasi populasi wereng hijau yang sering terjadi pada bulan-bulan tertentu. Waktu tanam diupayakan agar pada saat terjadinya puncak populasi, tanaman sudah memasuki fase generatif (berumur 55 hari atau lebih). Karena serangan yang terjadi setelah masuk fase tersebut tidak menimbulkan kerusakan yang berarti.
2. Tanam serempak
Upaya menanam tepat waktu tidak efektif apabila tidak dilakukan secara serempak. Penanaman tidak serempak menjamin ketersediaan inang dalam rentang waktu yang panjang bagi perkembangan virus tungro, sedangkan bertanam serempak akan memutus siklus hidup wereng hijau dan keberadaan sumber inokulum. Penularan tungro tidak akan terjadi apabila tidak tersedia sumber inokulum walaupun ditemukan wereng hijau, sebaliknya walaupun populasi wereng hijau rendah akan terjadi penularan apabila tersedia sumber inokulum.
3. Menanam varietas tahan
Menanam varietas tahan merupakan komponen penting dalam pengendalian penyakit tungro.Varietas tahan artinya mampu mempertahankan diri dari infeksi virus dan atau penularan virus oleh wereng hijau. Walaupun terserang, varietas tahan tidak menunjukkan kerusakan fatal, sehingga dapat menghasilkan secara normal. Sejumlah varietas tahan yang dianjurkan untuk daerah NTB antara lain: Tukad Patanu, Tukad Unda, Bondoyudo dan Kalimas. IR-66, IR-72 dan IR-74. Sejumlah varietas Inpari yang baru dilepas juga dinyatakan tahan tungro. Hasil penelitian di daerah endemis membuktikan Tukad Unda cukup tahan dengan intensitas serangan 0,0%-9,14% sedangkan varietas peka IR-64 berkisar 16,0%-79,1%. Penelitian di Lanrang Sulawesi Selatan juga menunjukkan daya tahan Tukad Patanu terhadap tungro dengan intensitas serangan 18,20% sedangkan varietas peka Ciliwung mencapai 75,7%.
4. Memusnahkan (eradikasi) tanaman terserang
Memusnahkan tanaman terserang merupakan tindakan yang harus dilakukan untuk menghilangkan sumber inokulum sehingga tidak tersedia sumber penularan. Eradikasi harus dilakukan sesegera mungkin setelah ada gejala serangan dengan cara mencabut seluruh tanaman sakit kemudian dibenamkan dalam tanah atau dibakar. Pada umumnya petani tidak bersedia melakukan eradikasi karena mengira penyakit bisa disembuhkan dan kurang memahami proses penularan penyakit. Untuk efektifitas upaya pengendlian, eradikasi mesti dilakukan diseluruh areal dengan tanaman terinfeksi, eradikasi yang tidak menyeluruh berarti menyisakan sumber inokulum.
5. Pemupukan N yang tepat
Pemupukan N berlebihan menyebab-kan tanaman menjadi lemah, mudah terserang wereng hijau sehingga memudahkan terjadi inveksi tungro, karena itu penggunaan pupuk N harus berdasarkan pengamatan dengan Bagan Warna Daun (BWD) untuk mengetahui waktu pemupukan yang paling tepat. Dengan BWD, pemberian pupuk N secara berangsur-angsur sesuai kebutuhan tanaman sehingga tanaman tidak akan menyerap N secara berlebihan.
6. Penggunaan pestisida
Penggunaan pestisida dalam mengendalikan tungro bertujuan untuk eradikasi wereng hijau pada pertanaman yang telah tertular tungro agar tidak menyebar ke pertanaman lain dan mencegah terjadinya infeksi virus pada tanaman sehat. Penggunaan insektisida sistemik butiran (carbofuran) lebih efektif mencegah penularan tungro. Mengingat infeksi virus dapat terjadi sejak di pesemaian, sebaiknya pencegahan dilakukan dengan antara lain tidak membuat pesemaian di sekitar lampu untuk menghindari berkumpulnya wereng hijau di pesemaian dan menggunakan insektisida confidor ternyata cukup efektif. Insesektisida hanya efektif menekan populasi wereng hijau pada pertanaman padi yang menerapkan pola tanam serempak. Karena itu pengendalian penyakit tungro yang sangat berbahaya akan berhasil apabila dilakukan secara bersama-sama dalam hamparan relatif luas, utamakan pencegahan melalui pengelolaan tanaman yang tepat (PTT) untuk memperoleh tanaman yang sehat sehinga mampu bertahan dari ancaman hama dan penyakit. (Lalu Wira Jaswadi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar